Jumat, 19 April 2013

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH


MASA STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)

Masalah yang dihadapi
Menanggapi masalah ekonomi yang kin dengan tajam disoroti oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan wartawan Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang selama beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh landasan-landasan ideal yang lain. Demikian pula realisasi Pancasila dalam bidang ekonomi sering dilupakan. Misalnya sila Kedaulatan Rakyat tercermin dalam pasal 23 yang mengatur anggaran belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu :
a)   Meningkatnya inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
b)   Turunnya produksi nasional di semua sector
c)    Adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy Menteri bank Sentral dan Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso, 1994).

Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi

Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :

(1)   Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
§  Skala Prioritasnya
a)      Pengendalian inflasi
b)       Pencukupan kebutuhan pangan
c)       Rehabilitasi prasarana ekonomi
d)      Peningkatan kegiatan ekspor
e)      Pencukupan kebutuhan sandang
Komponen Rencananya
a)      Rencana fisik dengan sasaran utama :
  • Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
  •  Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.

b)      Rencana Moneter  dengan sasaran utama :
  •  Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
  • Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.

Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a) Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi    tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
b) Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
  • Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
  • Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3.      Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :
  • UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
  • UU Perkoperasian No. 12/ 1967UU Bank Sentral No. 13/ 1968
  • UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
  • Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967

 Jangka waktu dan strategi pembangunan
  • Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/ 1970
  •  Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :

A.    PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
            Kestabilan harga bahan pokok,
            Peningkatan Nilai Ekspor
            Kelancaran Impor
 Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
B.     PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan.
-       mendorong para eksportirØ kecil dan menengah,
-       mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
Kebijaksanaan Fiskal,
-       Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978,
-       Menaikkan hasil produksi nasional,
-   $3B    menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
C.     PELITA III 79/80 – 83/84
-       Paket Januari 1982
Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.
-       Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
-       Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi
D.    PELITA IV 84/85 – 88/89
-       Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
-       Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
-       Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
-       Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
-       Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
-       Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
-       Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
E.     PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). • Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar