MASA STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)
Masalah yang dihadapi
Menanggapi masalah ekonomi yang kin dengan tajam disoroti
oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan wartawan
Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah penyelewenangan
pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang selama beberapa tahun ini
dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh landasan-landasan ideal yang lain.
Demikian pula realisasi Pancasila dalam bidang ekonomi sering dilupakan.
Misalnya sila Kedaulatan Rakyat tercermin dalam pasal 23 yang mengatur anggaran
belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas,
1982).
Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan
rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu :
a) Meningkatnya
inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
b) Turunnya
produksi nasional di semua sector
c) Adanya
dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari struktur
organisasi perbankan yang meletakkan Deputy Menteri bank Sentral dan Deputy
Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta berada di bawah Menteri
Keuangan. (Suroso, 1994).
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan
kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli
1966, antara lain menetapkan :
(1) Program
stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
§ Skala Prioritasnya
a) Pengendalian inflasi
b) Pencukupan
kebutuhan pangan
c) Rehabilitasi
prasarana ekonomi
d) Peningkatan kegiatan
ekspor
e) Pencukupan kebutuhan
sandang
Komponen Rencananya
a) Rencana fisik dengan
sasaran utama :
- Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
- Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.
b) Rencana Moneter
dengan sasaran utama :
- Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
- Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.
Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a) Tindakan pemerintah
“banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang.
(Mubyarto, 1988).
b) Serangkaian
kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
- Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
- Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3. Mengesahkan /
memberlakukan undang – undang :
- UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
- UU Perkoperasian No. 12/ 1967UU Bank Sentral No. 13/ 1968
- UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
- Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967
Jangka waktu dan strategi pembangunan
- Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/ 1970
- Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
A. PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16
Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn
Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan
sasaran pokoknya adalah :
Kestabilan
harga bahan pokok,
Peningkatan
Nilai Ekspor
Kelancaran Impor
Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang
menunjang sektor pertanian.
B. PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan.
- mendorong para
eksportirØ kecil dan menengah,
- mendorong
kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi
Kecil (KIK).
Kebijaksanaan Fiskal,
- Penghapusan pajak
ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor di pasar dunia
untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong
Investasi Dalam Negeri. Kebijaksanaan 15 November 1978,
- Menaikkan hasil
produksi nasional,
- $3B menaikkan daya
saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya
rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari
Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan
industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
C. PELITA III 79/80 – 83/84
- Paket Januari
1982
Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa.
Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor,
serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.
- Paket
Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli
barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
- Kebijaksanaan
Devaluasi 1983,
yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata
uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat
meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor
menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan
meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi
D. PELITA IV 84/85 – 88/89
- Kebijaksanaan
INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan
ekspor non-migas.
- Paket Kebijaksaan
6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di
bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
- Paket Devaluasi
1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan
penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan
deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan
Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku,
proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
- Paket Kebijaksaan
15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas
beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket
Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang
ekonomi.
- Paket 27 Oktober
1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun
dana masyarakat guna biaya pembangunan.
- Paket
Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan
debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
- Paket
Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar
modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan
meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
E. PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan
meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil
pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga
kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). • Periode Pelita V Lebih diarahkan
kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses
tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar